Judul: De Steenkolenindustrie
Penulis. : Ir. R. J. Van Lier
Penerbit: H. D. Tjeenk Willink & Zoon
Tahun Terbit : 1917
Tebal : 87 hlm
Buku berjudul De Steenkoolenindustrie ini dikarang oleh Ir. R. J. Van Lier sebagai salah satu seri dari serial buku Tentang Pertambangan di Hindia Belanda. Diterbitkan pada 1917, di saat era keemasan batubara Ombilin. Terdiri atas X Bab, buku ini berisi informasi-informasi detail mengenai teknologi penambangan batubara serta teknologi-teknologi pendukungnya.
Bab I berisi uraian soal asal-usul batu bara dan pembahasan mengenai karakterisitk batubara di Hindia Belanda. Di sini Van Lier menjelaskan bagaimana proses alamiah terciptanya batubara secara umum, lalu membahas karakteristik batubara di Hindia Belanda. Ia kemudian menjelaskan daerah sebaran batubara di Hindia Belanda, eksplorasi-eksplorasi paling awal, dibuka dan ditutupnya tambang-tambang paling awal, serta perbandingan antara satu tambang dengan tambang lainnya di Hindia Belanda dalam Bab II. Di sini Van Lier paling menyorot tambang Poeloe Laoet di Kalimantan sebagai perbandingan tambang Ombilin di Sumatera. Informasi mengenai masa-masa awal eksplorasi di Ombilin pun ditulisnya dengan cukup rinci, mulai dari pemetaan awal potensi tambang, daerah sebaran batubara di sekitar Ombilin, hingga perbedaan batubara Ombilin dengan batubara di tempat lain terutama Poeloe Laoet.
Bab III menjelaskan dengan rinci proses-proses ekstraksi batubara, proses pengangkutan batubara dari tambang ke penampungan, cara-cara menggali tambang serta cara mengatur sirkulasi udara dan air di dalam tambang, penerangan di dalam tambang, hingga proses pencucian dan penyortiran batubara. Bab ini jug berisi alat-alat yang dibutuhkan untuk penambangan, mulai dari bor, peledak, hingga lampu serta jenis rel khusus. Ia juga membahas mengenai problem-problem seperti tekanan udara, lapisan tanah, hingga terbatasnya kemampuan alat-alat penambangan tertentu.
Bab IV dikhususkan oleh Van Lier untuk membahas tekonologi utama pendukung tambang, yaitu pembangkit listrik. Di sini ia menekankan pentingnya pembangunan pembangkit listrik yang modern demi menjamin lancarnya aktivitas pertambangan di Ombilin. Aliran listrik tidak hanya penting untuk mengoperasikan alat-alat tambang tapi juga krusial untuk penerangan Sawahlunto yang mulai ramai. Selain pembangkit listrik, ia juga menyinggung mengenai pentingnya peran kompresor udara besar untuk menyuplai udara ke lubang-lubang tambang, bengkel-bengkel tempat pemeliharaan dan perbaikan alat pertambangan, serta gedung-gedung administrasi serta perumahan tenaga kerja yang tak kalah pentingnya untuk menopang tambang.
Setelah membahas infrastruktur pertambangan, baik di Poloe Laoet dan Ombilin di dua bab tadi, di Bab V dan VI Van Lier menerangkan soal tenaga kerja di tambang Ombilin. Mulai dari spesifikasi pekerja yang dibutuhkan hingga, administrasi, hingga soal-soal yang menyangkut reproduksi tenaga kerja.
Dalam Bab VII dan VIII, Van Lier memaparkan mengenai upaya-upaya menembus bukit barisan guna menghubungkan Ombilin dengan daerah luar. Bagaimana jaringan rel kereta api dibangun, lengkap dengan terowongan-terowongan dan jembatan-jembatannya, serta pemugaran Teluk Bayur menjadi fasilitas modern yang efisien untuk menampung dan mendistribusikan batubara Ombilin.
Bab IX dipakai Van Lier untuk membahas kendala-kendala pertambangan, terutama kebakaran. Setelah memaparkan analisanya mengenai sebab-sebab terjadinya kebarakan di lubang tambang, ia menyarankan agar dibangunnya bendungan api. Bendungan ini terbuat dari kayu yang dilapisi tanah liat dan diracangan agar dapat dibuka dan ditutup dengan mudah. Selain itu itu ia juga menyebut soal kontur tanah yang berat sehingga membuat balok-balok penyangga lubang menjadi bengkik, serta mengenai munculnya benjolan di lantai lubang tambang karena proses kimiawi tertentu.
Buku ini kaya dengan dengan foto-foto serta statistik. Total ada 46 foto terkait pertambangan yang dihimpunnya dari berbagai sumber. Bab terakhir buku kecil ini berisi tabel-tabel statistik dari 1906-1915. Ini adalah ladang data berharga. Statistik tersebut mencakup hasil produksi batubara di tiap tambang di Hindia Belanda, dengan Ombilin sebagai tambang terbesar; jumlah batubara yang diimpor dari luar Hindia Belanda ke Madura, Jawa, dan Sabang; serta jumlah komsumsi batubara di Hindia Belanda. Di bagian belakang buku, diterakan peta persebaran tambang batubara di Hindia Belanda.
Di samping kaya dengan data, disertai analisis oleh penulis dengan latar belakang insiyur, buku ini juga memperlihatkan bagaimana manusia, dengan teknologinya, mengubah alam demi kepentingannya. Juga bisa didapat gambaran secara tidak langsung mengenai perkembangan Kota Sawahlunto dari munculnya tambang hingga kompleks perkantoran, rumah-rumah pemukiman, dapur umum, pembangkit listrik, rumah bola, bengkel-bengkel dan fasilitas modern lainnya. Secara tidak langsung buku ini juga bisa dibaca untuk mendapat gambaran mengenai hubungan manusia (pekerja tambang khususnya yang terdiri pula dari beberapa lapisan) dengan teknologi dan modernisme pada masa itu. (Randi)