Dialog terkait optimalisasi pengelolaan WTBOS sebagai Warisan Budaya Dunia menjadi salah satu agenda dalam rangkaian Festival Galanggang Arang tahun 2024. Pada pembukaan Galanggang Arang 2024, 5 Mei 2024 lalu, digelar “Dialog Warisan Budaya: Mengelola Kawasan Warisan Dunia” di salah satu bangunan bersejarah, Padangsche Spaarbank.

Dialog ini bertujuan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi untuk menyusun langkah pengelolaan warisan dunia Ombilin-Sawahlunto. Rekomendasi tersebut nantinya bisa digunakan oleh para pewaris budaya yang ada di Sumatera Barat untuk mengembangkan Kawasan WTBOS. 

Para narasumber berasal dari perwakilan berbagai institusi pemerintah yang bertanggung jawab mengelola Kawasan Cagar Budaya dari daerah lain di Indonesia.  Dengan format seperti ini, dialog juga dilakukan untuk saling berbagi pengetahuan, saling tukar pengalaman atas pengelolaan yang telah telah dilakukan oleh masing-masing narasumber.

Dr. Zefnihan, A.P., M. Si. yang sebelumnya terlibat dalam aktivasi WTBOS di 2023 lalu, menekankan pentingnya fungsi Warisan Budaya Dunia WTBOS sebagai bagian dari diplomasi budaya di tataran internasional. 

 “WTBOS adalah Jendela Sumbar untuk menuju dunia, Kota Sawahlunto punya peran di situ.” Jelasnya.

Lebih jauh, ia mengatakan bahwa dalam symposium yang telah diadakan di Penang Malaysia, Indonesia terpilih sebagai tuan rumah untuk symposium Internasional di 2025 mendatang. Sawahlunto dipercaya sebagai lokasi gelaran simposium tersebut. 

Zehnihan menambahkan, saat ini yang juga tak kalah pentingnya adalah terbangunnya kesadaran kolektif di antara segenap stakeholder dalam membangun dan mengembangkan ekosistem pembangunan pengembangan dan pelestarian kebudayaan WTBOS.

Daud Aris Tanudirjo dari UGM punya pandangan serupa. Ia melihat perlunya kerjasama antar ragam keilmuan untuk mengembangkan WTBOS.  “Ada ragam keilmuan, ragam pengampu, ragam nilai penting dan ragam kepentIngan sehingga perlu ilmu komunikasi untuk menyatukan semua keragaman tersebut,” jelasnya. 

Berkaca pada pengalaman pengelolaan Warisan Dunia Borobudur, Daud mengingatkan pentingnya perubahan paradigma terhadap pengelolaan Warisan Dunia, paradigma yang menyimbangkan antara pariwisata dan terjaganya nilai-nilai budaya, jika tidak ingin salahsatunya tergerus dan terlupakan, termasuk dalam pengelolaan WTBOS. Menurutnya Borobudur yang lebih dilihat sebagai tempat wisata berpotensi membuat terabaikannya nilai-nilai budaya penting. 

“Padahal di dalamnya [di Borobudur], ada nilai-nilai penting sebagai pendidikan kebudayaan yang terancam luntur. Di dalam reliefnya ada ilmu seluruh agama tentang kehidupan dan perkembangan manusia,” katanya memberi contoh. 

Indonesia sendiri pernah ditegur oleh UNESCO dengan cara “reactive monitoring” karena hanya mengeksplor pariwisata tanpa mengindahkan keausan dari struktur candi Borobudur dimana nilai-nilai tersebut terkandung lewat berbagai ilustrasi dan bangunan cagar itu sendiri.  Lanjutnya saat menekankan pentingnya menyeimbangkan antara nilai-nilai dan konservasi. 

Di samping itu, ia juga mengajak semua pihak untuk terus mengingat pengetahuan-pengetahuan dasar pengelolaan Warisan Dunia, yaitu 5C: Credibility, Conservation, Capacity building, Communication, dan Community. Ia menggarisbawahi pentingnya pelibatan masyarakat lokal dan terbentuknya lembaga independen yang diisi orang-orang atau pihak yang memiliki kredibilitas dalam mengelola Kawasan WTBOS. 

Pengelola Sumbu Filosofi Yogyakarta, Dian Lakhsmi, Kabid Kebudayaan Yogyakarta. Ia memaparkan isu strategis terkait proses pengajuan Sumbu Filosofi Yogyakarta. Menurutnya, diperlukan kebijakan seperti Peraturan Gubernur untuk memudahkan pengajuan dan pemeliharaan dan pengembangan Sumbu Filosofi Yogyakarta serta untuk mendorong serta  dapat mengikat semua pihak yang terlibat untuk dapat bekerjasama.

Nik Sutiyani, Perwakilan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang, juga turut memberi pandangan dalam dialog. Dari pengalaman mengelola Kawasan Kota Lama sebagai Warisan Dunia, ia melihat perlunya  kerjasama dan berintegritas bersama. 

Pemerintah-akademisi-pewarta-swasta-masyarakat dalam pengembangan WTBOS. Selain itu, ia mengatakan perlu adanya satu komando yang didirijeni oleh Kota Sawahlunto dan diikuti oleh seluruh komponen OPD yang ada di Sumatera Barat. 

Hal senada juga dipaparkan oleh Rully Andriadi, Badan Pengelola Kawasan Kota Gede, Yogyakarta. Rully juga menyoroti soal perlunya dibentuk dokumen khusus yang berisikan tentang pengurangan risiko bencana Disaster Risk Management Plan (DRMP). Saat ini, lanjutnya, di tingkat masyarakat ada semacam Satgas terkait penanganan aktivitas dinamika masyarakat dan lingkungannya. Satgas tersebut akan didorong mengarahkan aktivitasnya terkait penanganan bencana yang dikoordinasi oleh pemerintah Kelurahan/ kecamatan setempat. 

Berdasarkan dialog, Pengelola WTBOS dan Para Kurator akan memulai membuat draft terkait perencanaan  pengelolaan WTBOS untuk pengajuan pembentukan Perpres atau Pergub. (*)

 

 

 

 

Open chat
1
Scan the code
Helpdesk
Halo 👋
Ada yang bisa kami bantu?