Sumatera Barat merupakan daerah kaya yang dikenal sebagai pengekspor rempah-rempah terutama kopi semenjak tahun 1847. Mayoritas mata pencaharian masyarakat berasal dari hasil hutan dan bercocok tanam, kemudian hasil tanaman tersebut dibeli oleh pemerintah hindia Belanda.

Pada tahun 1850, kapal-kapal angkatan laut Hindia Belanda masih yang bergantung kepada Inggris dan Australia untuk memenuhi kebutuhan batubara bahan bakar. Maka pemerintah kolonial belanda menugaskan para insinyur terpercaya dan cekatan yang dimiliki Belanda untuk melakukan ekspedisi di kawasan Hindia Belanda untuk mendapatkan sumber daya batubara yang baru.

Hingga akhirnya De Greeve berhasil menemukan batubara di sepanjang Sungai Ombilin Sumatera Barat pada tahun 1868. Hal ini menjadi perbincangan yang serius pemerintahan Belanda yang berlangsung hingga 1891 dan memberikan dampak yang signifikan terhadap pemerintahan Kolonial Belanda di daerah tersebut.

Permasalahan Pembangunan Tambang

Penemuan batubara ini dihadapkan dengan beberapa permasalahan pembangunan alat transportasi, karena Sawahlunto berada di dataran tinggi. Sehingga sangat sulit menentukan rute pembangunan jalur kereta api, siapa yang akan membangun jalur dan siapa yang akan mengelola kereta api tersebut tersebut.

Kemudian, pemerintah kolonial Belanda dihadapkan dengan permasalahan pembebasan lahan. Kolonial belanda terkenal dengan karakter penjajah yang ingin merampas dan menguasai tanah jajahannya.

Namun hal itu tidak dengan mudah bisa dilakukan di Sawahlunto yang bagian dari daerah Minangkabau. Adat Minangkabau telah mengatur terkait masalah kepemilikan tanah ini dan aturan tersebut sangat bertentangan dengan karakter kolonial Belanda.

Hal ini menjadi masalah yang paling rumit. Kerumitan pembebasan lahan ini menyebabkan kolonial Belanda harus berurusan dengan niniak mamak dan harus membayar uang ganti rugi dengan anggaran yang lebih besar.

Pemerintah Kolonial Belanda menghormati hak-hak  atas tanah ulayat, namun jumlah ganti rugi yang didapatkan masyarakat tidak sesuai dengan harga yang sesungguhnya. Sehingga muncul makna dari ganti rugi itu bahwa memang merugikan masyarakat.

Kawasan Tambang Batubara Bawah Tanah Ombilin Sawahlunto

Penelitian tambang

Sebelum aktivitas penambangan batubara ini diresmikan pemerintah kolonial Belanda, semenjak Mei 1891 di daerah ini telah terdapat aktivitas penelitian. Insinyur tambang telah ditugaskan untuk penelitian ini hingga akhir tahun 1891 yang dipimpin oleh seorang insinyur kepala.

Berdasarkan Lembaran Negara Belanda no. 223 dan Lembaran Negara Hindia Belanda tahun 1892 no 72 diputuskan bahwa eksploitasi tambang batubara ombilin ini dilakukan oleh pemerintah.

Pada tahun 1892, pekerjaan besar-besaran mulai dilakukan yang berkaitan dengan penelitian lapisan-lapisan batubara. Personal mijn bouwkundig didatangkan dari Eropa dan mulai melakukan penelitian dari tanggal 15 Agustus 1892 sampai dengan 15 Agustus 1893.

Penelitian ini digelari dengan lapisan C sekaligus untuk menentukan dibangunnya galeri transpor batubara. Berdasarkan kandungan batubara, Dr. Verbeek membagi daerah di sawahlunto menjadi lima bagian yaitu: Perambahan dengan kandungan batubara sebanyak 20 juta ton, Sigalut dengan kandungan batubara sebanyak 80 juta ton, Sungai Durian dengan kandungan batubara sebanyak 93 juta ton, area sebelah barat Lurah Gadang dengan kandungan batubara sebanyak empat juta ton, terakhir daerah sugar dan belum dilakukan penelitian. Sehingga total dari seluruh kandungan batubara ini diperkirakan sekitar 200 ton.

Menurut verbeek sebanyak 42 ton batubara yang berada di sungai durian dapat ditambang secara horizontal dan kualitas dari batubara ini setara dengan batubara  Newcastle (Australia) atau satu tingkat di bawah batubara Cardiff (Inggris). Kualitas batubara ini dikenal dengan emas hitam diperut bumi Ombilin Sawahlunto dan batubara yang dihadilkan diperkirakan cukup untuk memenuhi konsumsi beberapa abad.

Aktivitas Penambangan

Sejak pertama beroperasi, tambang batubara ombilin dipimpin oleh seorang Insinyur Kepala yang merangkap jabatan sebagai Kepala Tambang Batubara Ombilin sekaligus Pimpinan Kereta Api Sumatera Barat. Tambang batubara ini menyediakan makanan, pakaian dan perawatan kesehatan buruh.

Departement van justitie mewajibkan perusahaan membayar sebesar f. 0.27/ hari. Kemudian, perusahaan juga harus mengeluarkan biaya untuk tempat tinggal buruh paksa, uang sirih, obat dan insentif lainnya. Untuk mendapatkan tenaga kontrak, Perusahaan Tambang Batu Bara Ombilin harus memasang iklan dan mencari tenaga kerja dari Jawa, Madura dan Cina melalui Kantor Emigrasi Penjualan dan Pemesanan.

Aktivitas tambang batubara ini memberikan dampak yang positif terhadap kehidupan masyarakat dan infrastruktur di Sawahlunto, seperti pembangunan rel kereta api dan perbaikan sarana transportasi lainnya. Pada tahun 1934 aktivitas tambang batubara ombilin ini terancam ditutup karena persaingan di pasar global. Namun Perusahaan Tambang batubara Ombilin berhasil melewati masa krisis tersebut dan kembali jaya pada tahun 1935.

Pada tahun 1938 beberapa ladang batubara ini telah banyak mengalami penyusutan kandungan batubara, terutama di area penambangan Sungai Durian. Sehingga diperlukan pembukaan ladang-ladang penambangan baru. Namun penggunaan tenaga kerja kombinasi buruh sekaligus tahanan sudah berakhir.

Tambang Batubara Ombilin ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya pada 6 Juli 2019 silam. Hingga saat ini Tambang Batubara Ombilin tersebut tetap menjadi objek wisata budaya yang harus dikunjungi saat berada di Sawahlunto. (Firga)

Open chat
1
Scan the code
Helpdesk
Halo 👋
Ada yang bisa kami bantu?