Selama 2 hari (22-23 Juni), Kota Solok bakal menjadi tempat digelarnya Galanggang Arang #2, tepatnya di Stasiun Kereta Api Solok. Di tahun kedua pelaksanaan Galanggang Arang, berbagai program akan ditampilkan, mulai dari diskusi, berbagai bentuk respon kreatif atas WTBOS seperi pertunjukan seni hingga pameran.
Festival di Kota Solok, sebagian besarnya adalah kegiatan kuratorial Kaba Baro yang berfokus pada produksi pengetahuan, kata Sudarmoko, Kurator Galanggang Arang yang menngelola Kuratorial Kabar Baro.
Galanggang Arang #2 Kota Solok, lanjutnya, ditujukan untuk memperkuat dan menggerakkan ekosistemnya. “Maka program Galanggang Arang yang diusulkan untuk bidang pemetaan, pengkajian, alih wahana, sastra, dan respon kreatif, yang sebagian besar termasuk dalam kegiatan Kaba Baro dan pelaksanaan festival di Kota Solok.”
“Galanggang Arang di Kota Solok merupakan kegiatan kolaboratif antara Direktorat Jenderal Kebudayaan dengan Pemerintah Daerah Kota Solok,” jelas Sudarmoko lebih lanjut.
Lebih jauh, akademisi dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas ini, mengatakan Galanggang Arang Solok juga upaya untuk memperkuat partisipasi berbagai pemangku kepentingan WTBOS di Solok.
“Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperkuat partisipasi pemerintah daerah, masyarakat, komunitas, seniman dan budayawan, serta pihak ketiga lainnya seperti UMKM, perusahaan swasta, BUMN, untuk turut serta memperkuat dan mengembangkan ekosistem WTBOS. Pada pelaksanaan kegiatan ini, Galanggang Arang 2024 bekerja sama dengan Dinas Pariwisata untuk mengadakan kegiatan di stasiun Kota Solok,” katanya.
Beberapa kegiatan di sepanjang Galanggang Arang #2 Kota Solok, dimulai dengan Goro Baro Stasiun Kota Solok beberap hari menjelang festival. Kegiatan ini dilakukan oleh jajaran pemerintah kota bersama masyarakat.
Pada Sabtu (22 Juni), akan diadakan Workshop Pemanfatan Ruang Publik WTBOS. Dua perupa kenamaan Indonesia kelahiran Sumatera Barat, yaitu Jumaldi Alfi dan Handiwirman Saputra. Dalam workshop ini, para narasumber akan berbagi pengalaman dan gagasan dalam merancang dan menghasilkan karya di ruang-ruang.
Sementara itu, Komunitas Fotografi Gajah Maharam, melakukan pencatatan memori kolektif WTBOS yang ada di Kota Solok. Di samping membahas eksistensi Stasiun Kereta Api Solok di masa lalu dan masa kini, mereka juga menyorot memori kolektif yang hidup pada bangunan-bangunan lama di sekitar stasiun. Menurut mereka, bangunan-bangunan ini pendiriannya dipicu oleh adanya Stasiun Kerata Api Solok.
Di bidang senirupa, Komunitas Keday Loket yang berbasisi di Solok, telah menyelesaikan beberapa karya yang akan dipamerkan di festival. Karya-karya seni seperti seni instalasi, dibuat oleh para perupa Komunitas Keday Loket sebagai repson atas WTBOS di Kota Solok.
Malam pertama dan malam penutupan Galanggang Arang #2 Kota Solok akan diisi oleh musisi seperti Dewa Gugat dan Khairat. Di samping itu ada juga berbagai pertunjukan tradisi oleh beberapa grup seni tradisi yang ada Kota Solok.
Pengenalan WTBOS terhadap generasi mendatang juga menjadi perhatian di Galanggang Arang #2 ini. Siswa SMP dan SD se Kota Solok, diajak berpartisipasi dalam festival sebagai peserta lomba bertutur dan melukis dengan tema WTBOS Kota Solok.
Program-program di atas adalah bagian dari upaya untuk penguatan dan aktivasi ekosistem WTBOS. Tidak hanya properti, lokasi, asset, objek, dan bentuk material yang perlu dirawat. Lebih dari itu, diperlukan penguatan narasi WTBOS dari sisi sejarah, budaya, dan pengetahuan-pengetahuan lain yang tersimpan pada WTBOS.
Masih mengutip Sudarmoko, penggalian pengetahuan ini penting untuk dilakukan dalam upaya merespon dan memanfaatkan WTBOS pada masa kini dan mendatang. “WTBOS dapat dijadikan sebagai sumber baru dalam berbagai bentuknya, baik secara kekaryaan kreatif maupun ekonomi budaya pasca penambangan batubara.” Tutupnya.
Setelah Galanggang Arang #2 Kota Solok, akan ada rangkaian Galanggang Arang selanjutnya, di Sawahlunto dengan tawaran festival yang berbeda pula. Untuk info lebih lanjut, silakan follow @galanggangarang dan @ombilinheritageid. (*)