SEMANGAT merawat warisan budaya mencuat di bawah Jembatan Siti Nurbaya, Kota Padang, Sabtu malam (4/5/2024). Peristiwa panggung yang menampilkan beberapa pertunjukan kesenian menjadi penandanya. Kehadiran pemuda dan pemudi dari sejumlah etnis yang ada di Kota Padang pun ikut memperkuat hal tersebut dengan melahirkan sebuah kesapakatan.
Namanya, Kesepatakan Galanggang Arang Batang Arau Kaum Muda Multietnik Kota Padang. Terdiri dari etnis Batak, Nias, Jawa, Minang, Toraja, Banjar, Aceh, Flores, Tionghoa, India, Sunda, dan Melayu. Dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab sebagai generasi penerus, mereka berkomitmen untuk menjaga, merawat dan mengembangkan objek pemajuan kebudayaan yang ada di Kota Padang dan sepanjang kawasan Warisan Tambang Barubara Ombilisn Sawahlunto (WTBOS) yang meliputi tujuh wilayah kabupaten/kota di Sumbar. Yakni Kota Sawahlunto, Kabuaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padangpanjang, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kota Padang.
Juga ada komitmen untuk memperkuat kerja sama dan kolaborasi dalam menjaga keberlangsungan keanekaragaman budaya yang ada di daerah ini. Janji pun diikat untuk melakukan upaya-upaya pengembangan, pemanfaatan dan peningkatan kualitas objek budaya yang ada di Kota Padang dan Provinsi Sumatera Barat, serta warisan budaya yang diwarisi dari komunitas etnik asal.
Satu kesadaran terhadap kebudayaan sebagai salah satu aset penting bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan dengan baik untuk kepentingan generasi mendatang. Sebuah komitmen bagi perkembangan kebudayaan di Indonesia.
Dalam peristiwa budaya yang bertajuk Galanggang Arang 2024 ”Anak Nagari Merawat Warisan Dunia” itu, semangat yang sama juga tampak dalam pertunjukkan kolaborasi dari Komunitas Mahoni dan Komunitas Kata Gerak dengan karya Pertemuan. Ini merupakan karya lintas artistik yang mengusung gagasan tentang sublimasi pertemuan dari berbagai peradaban, terutama di wilayah pesisir barat Kota Padang.
Pertunjukannya mengeksplorasi dan memperlihatkan berbagai bentuk pertukaran penting nilai-nilai kebudayaan. Juga menampilkan aspek-aspek artistik dari bebunyian, laku gerak, ungkapan rupa dan media visual. Kemudian juga menghadirkan berbagai pertunjukan etnik bersumber dari unsur-unsur kultural. Karya lintas artistik yang menyajikan pilihan kreatif dan visi artistik dalam membersamai upaya merawat kebudayaan. Kedua komunitas tersebut tampak mencoba menyerap dan kemudian mengekspresikan kembali berbagai nilai-nilai artistik dari dari keragaman masyarakat multietnik yang ada di Padang dan pesisir barat seperti Mentawai.
Semangat yang sama juga muncul dari sastra pertunjukan (seni tutur) Minangkabau dalam bentuk ensamble dengan narasi Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) yang didahului soundscape ekositem WTBOS di pantai barat Sumatera. Tradisi seni bertutur itu disebut juga dengan bakaba. Merupakan sebuah tradisi lisan yang dikenal luas dalam masyarakat Minangkabau. Tradisi ini berkembang luas baik dari pedalaman Sumbar sampai ke daerah pesisir di pantai barat.
Ada dua tradisi bertutur dengan iringan musik dengan karakteristik yang khas pesisiran, yakni rabab pesisir dan saluang pauh. Dari kedua tradisi musik dendang dari pesisiran inilah dikembangkan menjadi sebuah ensamble. Kemudian memperkayanya dengan soundscape yang menggambarkan ekosistem pesisiran, yang merupakan sebuah wilayah yang secara kebudayaan sangat beragam.
Sepanjang pertunjukan, juga dihadirkan narasi tentang pertumbuhan Kota Padang sebagai kota bandar yang terpenting di pantai barat Sumatera, yang terhubung dengan industri tambang batubara Ombilin Sawahlunto. Komposer Padang Berdendang adalah Hasanawi serta narator Zamzami Ismail.
Sementara semangat keberagaman juga tampil lewat musik tradisi dol dari Bengkulu. Musik ini berkembang sebagai bagian dari acara ritual tabot dalam rangka memperingati gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW di Padang Karbhala.
Karakteristik musik dol secara keseluruhan merupakan semangat heroisme yang disinergikan dengan rhythm multietnis yang ada di Kota Bengkulu dan diperkaya dengan pola penggarapan koreografi yang dinamis, tanpa menghilangkan ciri dan karakter tradisi musik dol. Musik dol ini dimainkan Komunitas Arasatra, yang merupakan sebuah sanggar seni yang sudah lama eksis, dan telah menciptakan banyak komposisi musik perkusi dol.
Banyak Sisi Positif
Galanggang Arang merupakan sebuah event kebudayaan untuk merespons penetapan WTBOS sebagai Warisan Dunia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 6 Juli 2019. Helat yang digelindingkan Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK), Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) ini adalah untuk kali kedua.
Sabtu malam lalu itu merupakan pembukaan kegiatan yang akan disusul oleh kegiatan-kegiatan selanjutnya yang akan digelar di delapan kabupaten dan kota di Sumbar. Yakni Kota Sawahlunto, Kabupten Solok, Kota Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padangpanjang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, dan Kabupaten Sijunjung, hingga Juli mendatang. Galanggang Arang yang pertama telah belangsung tahun lalu.
Ketika WTBOS ditetapkan sebagai Warisan Dunia, itu artinya sebuah pengakuan penting terhadap peninggalan tambang batubara yang ada di Sumbar. Peninggalan tersebut dalam bentuk kawasan industri tambang di Kota Sawahlunto, serta jaringan kereta api dari Sawahlunto melintasi Kabupten Solok, Kota Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padangpanjang, Kabupaten Padang Pariaman, hingga ke tempat penampungan batubara di Silo Gunung, Teluk Bayur, Kota Padang.
Dalam hal ini Galanggang Arang hadir sebagai bentuk merawat keberadaan Warisan Dunia tersebut. Lebih jauh, memperkuat ekosistem yang ada di sekitar WTBOS itu sendiri, termasuk seni budaya yang hidup dan tumbuh di sekitarnya.
Sebagai Warisan Dunia, ada banyak sisi positif yang dapat diungkapkan kembali dari peninggalan warisan tambang batubara di Sawahlunto. Adanya jalur kereta api dari Kota Padang ke pedalaman Minangkabau dapat dibayangkan dampak yang ditimbulkan. Seperti meningkatnya arus mobilitas penduduk, yang pasti akan menimbulkan bermacam pertukaran dalam bentuk kebudayaan, sosial-ekonomi dan ilmu pengetahuan.
Kita dapat melihat pembangunan Pelabuhan Teluk Bayur, yang dulu bernama Emma Haven, untuk mengekspor batubara ke mancanegara. Ini menjadikan Kota Padang sebagai kota bandar terpenting di Pantai barat Sumatera.
Peran Pelabuhan Teluk Bayur jelas sangat penting bagi Sumbar. Terutama dalam aspek pertumbuhan ekonomi. Bahkan dalam kehidupan budaya, pelabuhan ini juga punya hubungan emosional yang sangat kuat dengan orang Minangkabau, seperti lagu Teluk Bayur yang dipopulerkan Ely Kasim.
Mungkin pula, masih banyak dampak positif lainnya yang dapat diungkapkan. Namun yang pasti, UNESCO telah menetapkan berbagai situs atau properti peninggalan tambang ini sebagai Warisan Dunia.
Karena itu perlu dirawat. Lebih jauh memungkinkan pula dimanfaatkan untuk membantu mensejahterakan kehidupan bersama. Dalam konteks itulah, Direktorat PPK, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbudristek mendorong kegiatan Galanggang Arang ini sebagai sebuah platform perjuangan bersama, untuk mengaktivasi dan melestarikan dan melindungi Warisan Dunia yang ada di Sumbar. (***)
(Ganda Cipta)