Dulu ada pekerjaan yang disebut ‘pelangsir baro’. Ketika itu batubara dari Sawahlunto tidak dikirim sekali jalan ke Teluk Bayur. Batubara itu akan transit di beberapa stasiun. Dari Sawahlunto, batubara akan transit dulu di Kayutanam sampai lokomotif dari Padang datang untuk menjemput batubara tersebut. Gerbong atau gerobak batubara, kemudian dipindahkan ke lokomotif dari Padang tersebut.
Pak Aslim adalah salah satu pelangsir baro itu. Nama resmi pekerjaannya sendiri sebetulnya adalah Juru Rangkai Kereta Api.
Pak Aslim mulai jadi tukang langsir baro sejak 1965. Awalnya ia melangsir di Stasiun Padang Panjang. Hingga kemudian pindah ke Stasiun Kayutanam, menikah dengan gadis pujaannya yang juga tinggal di Kayutanam.
Selain Pak Aslim, ada empat tukang langsir baro lainnya. Mereka bekerja dengan status sebagai pegawai PT KAI. Ia pensiun pada 2005, tiga tahun sebelum kereta api berhenti beroperasi.
“Awal-awal diangkat jadi pegawai gajinya tidak terlalu besar, tapi kami senang jadi pelangsir. Kereta-kereta itu seperti milik kami saja, seperti sudah jadi bagian,” kata Kakek 75 tahun dengan 4 anak dan beberapa cucu itu.
“Kalau naik kereta, kami tidak pernah bayar juga, hahaha,” tawanya membuncah mengenang masa-masa dirinya kerap menaiki kereta dari Kayutaman ke Padang Panjang untuk bersenang-senang sambil pelesiran ke kota hujan itu.
Kini Pak Aslim kerap merasa sedih setelah kereta api berhenti beroperasi pada 2008. “Seperti ada yang hilang, kenang-kenangannya, benda-bendanya, banyak menyimpang kenangan,” katanya lirih.
Ia berharap semua jalur kereta di Sumbar bisa aktif kembali. Menurutnya menggunakan kereta api sebagai transportasi jauh lebih mengasyikkan dibanding mobil atau transportasi darat lainnya.
Dengan kereta api, penumpang bisa melihat pemandangan yang menakjubkan, hijau hutan yang alami, memasuki terowongan, atau menaiki jembatan dengan sungai mengalir indah di bawahnya.
“Naik kereta api juga tidak buat macet kan?” sambunganya.
Pak Aslim lahir di Koto Hilalang, Solok. Di dekat kampung masa kecilnya itu, terdapat sebuah halte kereta api. Ia dan teman-temannya suka naik kereta api di waktu-waktu libur.
“Pernah sampai ke Payakumbuh kami, naik kereta,” katanya sembari menambahkan betapa serunya masa-masa remajanya yang suka naik kereta api ke kota-kota di Sumatera Barat.
“Sero, naik kereta itu, bisa kemana-mana, di gerbong banyak yang jualan makanan. Makan-makanlah kami di atas kereta,” kenangnya. Matanya berkilat, ketika menceritakan kenang-kenangannya bersama kereta api.
Semua pengalaman dan kenangannya itu diceritakan di sela-sela kegiatan Galanggang Arang #7, 28-29 November 2023 di Stasiun Kayutanam. Pak Aslim tampak antusias dengan kegiatan tersebut. Sepertinya kegiatan itu membangkitkan kenangan masa lalunya.
Keempat rekannya kini sudah tiada. Pak Aslim tinggal sendiri, pelangsir baro terakhir yang masih hidup.
Trackback